psd by @kaijucatrph

π“Ÿπ„π‘πˆππ†π€π“π€π: Mengandung konten dewasa dan topik kental mengenai laut, tidak disarankan untuk penderita Thalassophobia (fobia terhadap badan air seperti danau, sungai, dan/atau lautan).

γ…€γ…€γ…€Gentala Manendra Gumelar. Demikian asma yang disematkan pada wira bermahkota kelabu ini. Lahir dan berdarah Pasundan, dirinya telah menyecap pahitnya kehidupan tanpa menyesap nektar kenikmatan dunia. Hidupnya dimulai kala tanah air tercinta masih bernama Hindia Belanda. Penindasan oleh orang-orang bangsa Belanda adalah hal yang senantiasa membekas dalam ingatan, terukir dalam batin maupun raga. Sanak saudara, handai taulan, pria, wanita, anak-anak. Semua tak luput dari jeratan Belanda.

γ…€γ…€γ…€Hidupnya berubah tatkala dirinya tengah berada di pantaiβ€”menghabiskan waktu singkat di sela-sela cekikan para kompeni. Gelapnya pasir ia pijak, dentuman ombak mengisi rungunya, hanya cakrawala tak bertepi sejauh mata memandang. Nahas, musibah memang tak pernah pandang bulu. Semua berlangsung begitu cepat, hal yang Gentala ingat kala itu adalah gulungan air tinggi yang menghantam bibir pantai, menyeret tak hanya pasir namun juga dirinya. Di tempat yang kini dikenal sebagai pantai Pelabuhan Ratu, eksistensi Gentala Manendra Gumelar lenyap, yang tersisa hanya rintihan meminta tolong yang tak pernah tersampaikan.

γ…€γ…€γ…€Laut. Ombak. Istana hijau. Ia mengira dirinya telah tiada. Ia menduga dirinya telah habis. Nasib berkata lain, ia berakhir di sebuah bangunan berwarna hijau tepat berada dalam laut. Tak butuh waktu lama baginya untuk menyadari, bahwa ia telah berada di istana sang Ratu penguasa Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul. Tentulah cerita tentang sang Nyai telah tersebar dari mulut ke mulut, tentang bagaimana Laut Selatan akan menarik mereka yang tak beruntung bersamanya. Tak pernah sekalipun Gentala kira bahwa dirinya akan berakhir di sini.

γ…€γ…€γ…€γ…€Seratus tujuh puluh lima tahun ia habiskan berada di bawah air, melayani setiap keinginan sang Ratu. Mulai dari hal kecil hingga hal besar, ia selalu menyanggupinya. Seratus tujuh puluh lima tahun berlalu, barulah dirinya diizinkan untuk naik ke permukaan. Tatkala dirinya kembali, rasa keterkejutan sukses mengguncangnya. Tak lagi di Sukabumi, kini dirinya berada di Parangtritis. Hiruk-pikuk berbagai macam pengunjung sukses membuat Gentala merasa kewalahan. Seratus tujuh puluh lima tahun bukanlah waktu yang singkat, dan ia mempelajari banyak hal ketika naik ke permukaan untuk pertama kali setelah sekian lama.

γ…€γ…€γ…€γ…€Tak ada lagi bendera merah-putih-biru, dengan warna biru yang telah hilang seutuhnya. Menyisakan keberanian dan kesucian.

γ…€γ…€γ…€γ…€Tak ada lagi penderitaan karena kompeni. Semua hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan yang ada.

γ…€γ…€γ…€γ…€Hindia Belanda sudah tak ada lagi, hanya ada Indonesia dan kemerdekaan di genggaman.

γ…€γ…€γ…€γ…€Waktu berlalu sangat cepat, kini Gentala memahami mengapa sang Nyai ingin dirinya naik ke permukaan. Baginya untuk belajar kehidupan manusia pada zaman ini, untuk mengetahui dan memahami bagaimana mereka bekerja di era ini. β€˜Pun baginya untuk menyebar pesan yang amat penting.